Sabtu, 28 November 2009

Cacing Tanah Sebagai Obat Bukan Cuma Mitos

*Cacing Tanah Sebagai Obat Bukan Cuma Mitos

Khasiat cacing tanah untuk mengobati demam, tifus,dan gangguan pasca stroke bukan lagi cuma sebatas bisik-bisik. Meski-pun masih memerlukan penelitian lebih seksama, prospek cacing tanah sebagai bahan obat alami sudah sangat menjanjikan.
Di RRC, Korea, Vietnam, dan banyak tempat lain di Asia Tenggara, cacing tanah terutama dari jenis Lumbricus spp, bisa digunakan sebagai obat sejak ribuan tahun yang lalu. Cacing tanah telah dicantumkan dalam "Ben Cao Gang Mu", buku bahan obat standar (farmakope) pengobatan tradisional China. Di China, cacing tanah akrab disebut 'naga tanah'. Nama pasaran cacing tanah kering di kalangan pedagang obat-obatan tradisional China adalah ti lung kam.
Secara empiris, nenek atau ibu kita tanpa kita tahu mungkin mem-berikan 'jamu cacing' saat kita demam atau diare. Dan ternyata penyakit kita ... sembuh!! Hasil penelitian terhadap cacing tanah me-nyebutkan bahwa senyawa aktifnya mampu melumpuhkan bakteri patogen, khususnya Eschericia coli penyebab diare. Bisik-bisik pengalaman nyata lain juga santer menyebutkan cacing bermanfaat untuk menyembuhkan rematik, batu ginjal, dan cacar air.
Di beberapa negara Asia dan Afrika, cacing tanah yang telah dibersihkan dan dibelah kemudian dijemur hingga kering, lazim dijadikan makanan obat (healing foods). Biasanya disangrai atau digoreng kering, disantap sebagai keripik cacing. Diduga kebiasaan menyantap cacing ini dapat membantu menekan angka kematian akibat diare di negara-negara miskin Asia-Afrika.
Dalam dunia moderen sekarang ini, senyawa aktif cacing tanah digunakan sebagai bahan obat. Bahkan, tak sedikit produk kosmetik yang memanfaatkan bahan aktif tersebut sebagai substrat pelem-but kulit, pelembab wajah, dan antiinfeksi. Sebagai produk herbal, telah banyak merek tonikum yang menggunakan ekstrak cacing tanah sebagai campuran bahan aktif.

Enzim Penghancur Gumpalan Darah.
Cacing baik dalam bentuk segar maupun kering, si naga tanah ini di Korea diolah menjadi sup penyegar yang lazim disantap men-jelang tidur, agar esok hari penyantapnya dapat bekerja penuh se-mangat. Setelah dibersihkan kotorannya melalui pengolahan dengan teknik khusus, cacing tanah banyak dijual sebagai obat tradisional di Korea.

Do Tat Loi, MD, PhD, direktur Hanoi National Institute of Pharmaceutical di Vietnam, termasuk salah seorang penulis yang getol menyebarluaskan khasiat cacing tanah. Ba Hoang, MD, PhD, juga di Vietnam, yang berpraktek pengobatan konvensional dan pengobatan tradisional China, telah membuktikan efektivitas cacing tanah untuk mengobati pasien-pasiennya yang mengidap stroke, hipertensi, penyumbatan pembuluh darah (arterosklerosis),kejang ayan (epilepsi), dan berbagai penyakit infeksi. Resep-resepnya telah banyak dijadikan obat paten untuk pengobatan alergi, radang usus, dan stroke.
Kegunaan cacing tanah sebagai penghancur gumpalan darah (fibrimolysis) telah dilaporkan oleh Fredericq dan Krunken-berg pada tahun 1920-an. Sayangnya, laporan tersebut tidak men-dapat tanggapan memadai dari para ahli saat itu. Sesudah masa tersebut, Mihara Hisahi, peneliti dari Jepang, berhasil mengisolasi enzim pelarut fibrin dalam cacing tanah yang bekerja sebagai enzim proteolitik. Karena berasal dari Lumbricus (cacing tanah), maka enzim tersebut kemudian dinamakan lumbrokinase.
Canada RNA Biochemical, Inc. kemudian mengembangkan penelitian tersebut dan berhasil menstandarkan enzim lumbro-kinase menjadi obat stroke. Obat berasal dari cacing tanah ini populer dengan nama dagang "Boluoke". Lazim diresepkan untuk mencegah dan mengobati penyumbatan pembuluh darah jantung (ischemic) yang berisiko mengundang penyakit jantung koroner (PJK), tekanan darah tinggi (hipertensi), dan stroke.
Selama ini obat penghancur gumpalan darah yang banyak digunakan adalah aktivator jaringan plasminogen (tissue-plasminogen activator, tPA) dan stretokinase. Padahal, kedua jenis obat tersebut daya kerjanya lambat. Selain itu, aspirinpun sering digunakan untuk mencegah penggumpalan darah, sayangnya reaksinya terlalu asam bagii tubuh, sehingga banyak pengguna tidak tahan dan beresiko mengakibat-kan tukak lambung.
Penelitian terhadap khasiat cacing tanah sudah pernah dila-kukan juga secara besar-besaran di China sejak tahun 1990, melibatkan tiga lembaga besar. Yakni Xuanwu Hospital of Capital Medical College, Xiangzi Provicial People's Hospital, dan Xiangxi Medical College. Uji coba klinis serbuk enzim cacing tanah ini dilakukan terhadap 453 pasien pengderita gangguan pembuluh darah (ischemic cerebrovascular disease) dengan 73% kesembuhan total.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar